Pendakian Lawu via Candi Cetho

Gunung Lawu via Candi Cetho

28-29 Juli 2018

Jumlah tim 9 orang (3 cewek 6 cowok)

Berangkat dari Semarang jam 7 pagi (3 orang naik mobil), sisanya naik motor langsung menuju Candi Cetho. Tiba di salah satu basecamp Candi Cetho sekitar jam 11:00 (basecamp Barokah), basecamp yang paling dekat dengan loket tiket masuk Candi Cetho. Di basecamp ada warung yang menjual makan berat dan makanan ringan untuk bekal pendakian. Kami makan siang di warung basecamp, beberapa teman ada yang pesan makan besar di bungkus untuk dimakan dalam perjalanan pendakian.

Jam 1 siang mulai pendakian. Simaksi per orang Rp 15.000.

Basecamp terdekat dengan loket tiket Candi Cetho.
Basecamp terdekat dengan loket tiket Candi Cetho.

Basecamp – pos 1 (Mbah Branti, 1600 mdpl)

Di tengah perjalanan menuju pos 1 (Mbah Branti, 1600 mdpl), seorang teman terpaksa membatalkan pendakian karena mengalami altitude sicknes (tekanan fisik akibat kesulitan menyesuaikan diri dengan tekanan oksigen rendah pada dataran tinggi, akibatnya merasa pusing, mual, dan muntah-muntah). Tiba di pos 1, kami menunggu rombongan lain yang akan turun untuk “menitipkan” teman kami yang batal muncak. Tak lupa kami mengambil peralatan kelompok yang dia bawa (kompor dan peralatan masak lainnya).

Perjalanan ke pos 1 masih bisa dikatakan landai, dan tidak ada tanjakan yang ‘wow’. Di pos 1 ada shelter yang bisa menampung 8 sampai 9 orang. Setelah melewati perkebunan penduduk, kemudian  vegetasi alam yang dimulai dengan pohon-pohon pinus menghiasi perjalanan kami ke pos 1.

 

Pos 1 – pos 2 (Brakseng, 2250 mdpl)

Perjalanan sudah mulai dengan tanjakan yang sedikit ‘wow’, tetapi untungnya sepanjang perjalanan vegetasi alamnya rapat sehingga sinar matahari tidak terlalu ‘menyiksa’. Sebelum tiba di pos 2, kami melewati sumber air, yang biasanya dimanfaatkan pendaki untuk menambah perbekalan air. Air ini sebenarnya merupakan air yang disalurkan penduduk untuk kebutuhan air di desa. Di pos 2 ini juga ada shelternyabisa muat 7-8 orang. Ada pohon besar yang katanya “angker” (mungkin sebuah kearifan lokal yang dibuat masayarakat setempat untuk menjaga kelestarian lingkungan)

Pos 2
Pos 2

Pos 2 – pos 3

Merupakan jalur terpanjang via Candi Cetho. Kondisi jalur juga sama dengan jalur sebelumnya, tanah padat dan vegetasi alamnya rapat.

Pos 3 – pos 4

Perjalanan dari pos 3 ke pos 4 tanjakannya sudah ‘wow’, mungkin karena kondisi kami yang sudah semakin berkurang tenaganya. Di pos 4 ada shelter dan di bawahnya ada temapt untuk mendirikan 3-4 tenda ukuran 4 orang. Perjalanan menuju pos 4 ini juga lumayan makan waktu karena salah satu anggota kami ada yang mengalami kram kaki, jadi “keong speed mode: on”.

Pos 4 – pos 5

Menjelang pos 5 pukul 10 malam, dan persis sebelum pos 5, kami memtuskan untuk mendirikan tenda karena kondisi kami yang sudah sangat lelah (bahkan kami tidak tahu kalau pos 5 tinggal beberapa meter di depan kami. Ya karena suasana saat itu sangat gelap. Toh, di area kami mendirikan tenda, sudah banyak orang yang mendirikan tenda di sana). Tenda terpasang dan kami istirahat pukul 11 malam, untuk summit pukul 1 dini hari.

Pos 5 puncak Hargodumilah

Menanti matahari terbit. Bulan masih terlihat di pagi hari.
Menanti matahari terbit. Bulan masih terlihat di pagi hari.
api unggun di puncak Hargo Dumilah (seharusnya gak boleh)
api unggun di puncak Hargo Dumilah (seharusnya gak boleh)

Karena kelelahan, hanya 3 orang saja yang yang berangkat untuk summit. Perjalanan menuju puncak Hargodumilah dihiasi dengan alam terbuka dan sabana. Kami melewati camping ground pos 5, Bulak Peperangan, sabana Gupak Menjangan (kalau musim hujan ada semacam genangan air yang cukup luas mirip telaga. Karena kami pergi pada musim kemarau, kami tidak menemukan genangan air itu), Pasar Dieng (area yang banyak batu-batu bersusun, dan katanya memang di situ ada situs sejarah spertinya bekas pondasi sebuah bangunan, mungkin peninggalan kerajaan Majapahit). Kami sebenarnya agak salah jalur waktu itu, niat kami sebelum ke puncak Hargodumilah, ingin melihat matahari terbit di puncak Hargo Dalem saja sambil mengisi perut kami yang sudah keroncongan, terutama saya yang sudah gemeteran karena lapar….justru karena salah ambil jalanm kami malah tiba di puncak Hargodumilah lebih dulu, jam 4:30, dalam kondisi kedinginan dan lapar….

Di puncak Hargo Dumilah ada sebuah monumen tinggi sebagai tanda puncak Hargo Dumilah….kami bertiga adalah orang pertama yang tiba di situ (kepagian)…..Akhirnya kami menanti matahari terbit, dan mulailah para pendaki lain memadati puncak Hargodumilah….ada yang bakar api unggun (setahu saya gak boleh), ada yang sibuk berswafoto, ada yang sibuk minta difotoin sambil pegang kertas bertuliskan sesuatu gitulah, ada yang sibuk motret sunrisenya yang menurut saya kurang sip, mungkin karena kabut jadi matahari terbitnya tidak sempurna terlihat.

Kami yang sudah kelaparan, akhirnya memutuskan untuk segera pergi menuju Hargo Dalem untuk sarapan di warung-warung yang ada di sana. Di area Hargo Dalem ada toilet (?) (mungkin tepatnya dengan istilah tempat buang hajat….jangan harap ada air ya…air bawa sendiri untuk basuhnya)

Harga makanan memang sedikit lebih mahal dari harga di bawah (di desa), selisih Rp 2.000,-. Tapi menurut saya, wajarlah apalagi membayangkan mereka membawa logistik dari desa terdekat di bawah sana….Saya makan nasi pecel telur (tapi saya cari sayurnya kok gak ada ya….Cuma nasi dan sambel pecel). Ah, ya sudah lah, saya cuma butuh karbohidrat dan segelas teh hangat. Terus terang saya dan istri saya kurang beruntung dalam hal logistik karena beberapa logistik kami tertinggal di rumah (mungkin sekitar 40 persen logistik kami tertinggal).

Suasana pagi di Hargo Dalem dengan warung-warung sederhananya
Suasana pagi di Hargo Dalem dengan warung-warung sederhananya
Suasana pagi di Hargo Dalem dengan warung-warung sederhananya
Suasana pagi di Hargo Dalem dengan warung-warung sederhananya

Selesai makan, kami tak lupa membelikan sarapan untuk teman2 kami yang mungkin juga kelaparan di tenda. Menunya sama: nasil pecel (?) telur, plus beberapa botol air mineral. Kembali ke tenda, kami benar-benar disuguhi pemandangan yang keren, di dominasi oleh sabana dan hutan cemara dengan latar belakangnya. Selama perjalanan ke tenda, di sekitar Gupak Menjangan, kami bertemu dengan anggota yang lain, yang tadinya mau ke puncak juga, tapi karena waktunya tidak memungkinkan akhirnya kami bersama-sama kembali ke tenda, dan di sepanjang perjalan ke tenda kami banyak sekali berfoto.

Pasar Dieng
Pasar Dieng
Pasar Dieng
Pasar Dieng
Pasar DIeng
Pasar DIeng
Setelah turun dari Hargo Dalem
Setelah turun dari Hargo Dalem
Salah satu spot di Bulak Peperangan
Salah satu spot di Bulak Peperangan

IMG_20180729_074000 IMG_20180729_080426

salah satu spot Gupak Menjangan
salah satu spot Gupak Menjangan

IMG_20180729_083539 IMG_20180729_084212

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *