Formula One dan Big Data

Lotus F1 (Source: www.theguardian.com)

Velocity merupakan salah karakteristik wajib dalam konsep Big Data, dan ada beberapa situasi dimana kecepatan (speed) menjadi sangat vital. Segala jenjang pada olahraga balap profesional, mulai dari balap motor lokal hingga balap NASCAR dan Formula One (F1), tim beserta penyelenggara ajang balap tersebut tentu saja berusaha menerapkan strategi atau teknologi secanggih mungkin dalam memperoleh data mulai dari kecepatan kendaraan, performa mesin, hingga data tentang siapa saja penonton yang menyaksikan balapan tersebut. Hal seperti ini berguna sesuai dengan kebutuhan masing-masing, barangkali terkait dengan promosi produk dari pihak sponsor, atau upaya tim balap dalam mengevaluasi sang pembalap beserta kendaraan yang digunakannya. Pada pembahasan kali ini, kita hanya akan fokus pada ajang balap Formula One, khususnya dengan tim Lotus F1, yang kebetulan sudah menerapkan Big Data dalam operasionalnya.

Masalah yang Dapat Diatasi dengan Big Data

Dalam Formula One, sebenarnya urusan data bukanlah urusan yang baru.  Telemetry sudah sejak lama digunakan, bahkan mulai pada tahun 1980an, guna mengirimkan data secara live dan real-time dari mobil F1 yang sedang melaju kencang kepada rekan-rekan se-tim yang ada di pit lane. Thomas Mayer, COO tim Lotus F1, mengatakan: “Formula One sejak dulu kala selalu berada pada batas perkembangan teknologi tertinggi, sehingga merupakan suatu hal yang normal dimana keberadaan data analist menjadi sangat penting bagi mereka. Hal demikian dapat menghemat waktu dan juga uang, sehingga tidak perlu terlalu tergantung pada trial and error, karena tim sudah memiliki data yang real.

Di samping membantu mereka dalam menghemat waktu dan uang, pada akhirnya Big Data berperan dalam memotong waktu yang diperlukan oleh pembalap dalam mengarungi lintasan, sehingga terjadilah balapan yang semakin menarik untuk disaksikan.

Mayer juga mengatakan bahwa ia bersama tim mengumpulkan dan menganalisa data dengan jumlah yang massive. Data tersebut tidak dalam ukuran Gigabytes atau Terabytes, melainkan sudah mencapai Petabytes. Data-data yang datang dalam jumlah besar dan real-time tersebut dapat digunakan dalam membuat pengaturan di setiap aspek pada mobil balap yang tengah melaju disesuaikan dengan kebutuhan sang driver. Dalam masa pengujian, dengan menggunakan data yang datang secara real-time dari mobil balap, tim dapat membuat keputusan mengenai apa yang perlu di tweak ataupun dirubah pada setelan mobil sehingga bisa meningkatkan performa si mobil balap.

Data-data tersebut juga digunakan dalam menjalankan simulasi, yang mana hal ini sangat penting mengingat sang driver tidak diberikan banyak waktu untuk berlatih dan menguji mobilnya, sesuai peraturan dari FIA dalam rangka menjaga persaingan antar tim, termasuk melindungi tim-tim dengan resource yang terbatas.Masing-masing tim hanya diizinkan melakukan pengujian secara langsung pada tiga minggu pertama pada awal tahun, selanjutnya haya empat hari uji coba dalm satu musim, yaitu pada minggu-minggu tanpa balapan.

Adanya simulasi dan analisa data seperti yang dilakukan oleh Lotus F1 tersebut, dapat membuat suatu tim lebih percaya diri dan yakin akan kemampuan dan performa mobil balap ketika masuk ke lintasan, meskipun tanpa uji coba secara langsung di hari-hari sebelumnya. Seolah-olah mereka seperti menyiapkan bola kristal yang bisa menerawang di posisi berapa mobil balap akan mencapai garis finish dalam suatu balapan. Itu semua terjadi berkat adanya simulai dan analisa big data.

Layaknya kecepatan mobil balap yang sangat penting untuk diperhatikan oleh tim, kecepatan pengiriman data (data transfer) dari mobil ke garasi tim juga tidak boleh diabaikan begitu saja. Pada tahun 2013, Lotus F1 mengganti provider terkait sistem penyimpanan yang mereka gunakan untuk menerima data. Penggantian diperlukan guna mendapatkan sistem yang lebih cepat, mengingat pada saat itu mereka butuh men-transfer 200 statistik per lap-nya. Mereka menganggap perubahan ini sebagai faktor kunci atas terjadinya peningkatan secara dramatis pada performa mobil balap mereka beserta pembalap juniornya, yang bernama Marlon Stockinger, dalam ajang Formula Renault 3.5 Series. Pada tahun 2013 (sebelum pindah provider), Marlon menyelesaikan seluruh musim balapan dengan total 23 poin, dan berada di ranking 18.  Sedangkan pada tahun 2014 (setelah pindah provider), Marlon berhasil menembus 10 besar, dengan raihan 73 poin selama musim berlangsung, dan bertengger di posisi ke-9.

Sebelum era Big Data, informasi dikirimkan dari mobil ke tim dalam bentuk paket data setiap kali mobil melaju melewati pit lane. Sekarang, ada komunikasi data yang berlangsung secara real-time dan konstan, sehingga memudahkan tim dan pembalap untuk mengambil keputusan-keputusan penting dalam waktu yang jauh lebih cepat.

Berkat adanya dedicated high-speed fiber optic line yag dipasang sebelum setiap balapan dimulai, para engineer dan data analist yang berada di kantor pusat (headquarter) maupun di tempat lain, juga dapat secara langsung memperoleh data-data dari mobil dengan cepat, atau hanya selesih sepersekian detik dari para kru yang ada di Pit. Ini sangat penting mengingat tidak semua karyawan atau engineer berada di lingkungan sirkuit. Sebagai gambaran, tim Lotus F1, dari 470 orang yang dipekerjakan, hanya 60 diantaranya yang hadir dalam balapan, dan hanya 40 orang yang diizinkan masuk ke garasi tim di sirkuit.

Hasil analisa dan simulai demikian, tentunya sangat membantu tim dalam membuat keputusan jangka panjang, terkait desain mobil balap juga performanya, daripada mengandalkan setelan-setelan (tweak) ajaib yang selalu dilakukan setiap akhir minggu menjelang balapan guna meningkatkan performa mobil.

Di sisi lain, pihak penyelenggara, yaitu Formula One, juga memperoleh data dalam jumlah yang tidak kalah fantastis. Dalam ajang balap US Grand Prix 2014 saja, para penonton mengirimkan lebih dari 2.3 terabytes data melalui jaringan telekomunikasi (via handphone), dengan mengupload foto-foto ke media sosial, serta mencuit di twitter atau medsos lain terkait pengalaman mereka.

Bagaimana Hasilnya?

Ketika sanga driver harus mengandalkan insting mereka dalam mengarungi balapaan dengan kecepatan tidak kurang dari 200mph (sekira 320 km/jam), para rekan-rekan di pit lane dipersenjatai dengan data yang menjadi amat-sangat berguna dikala terjadi masalah atau krisis. Salah satu contoh yang paling berkesan dimana dana analytic berperan penting dalam suatu insiden adalah ketika mobil dari pembalap tim Red Bull, yaitu Sebastian Vettel, berputar dan rusak dalam balapan di Brazilian Grand Prix 2012. Meskipun mengalami kerusakan, namun mobil masih dapat dijalankan dan berhasil masuk pit stop pada lap ke-10. Di sana para engineer menjalankan simulasi menggunakan data-data yang telah dikumpulkan untuk menentukan pengaturan yang perlu dilakukan terhadap mobil Sebastian Vettel agar dapat terus melaju pada 70 lap tersisa. Harapannya, dengan strategi tersebut, Vettel akan meraup poin yang cukup untuk mengamankan gelar juara dunia 3 tahun berturut-turut (atau ke-empat kalinya secara keseluruhan).

Bagi tim Lotus F1, Big Data merupakan bagian dari kesuksesannya, karena dapat meningkatkan performa driver dan juga mobil balapnya, sehingga dapat meningkatkan pula level kompetitif mereka dalam ajang balap Formula One. Ini bukan perkara mendapatkan performa yang baik pada satu balapan saja, tapi ini tentang mendapatkan data yang baik dan tepat pula, yang nantinya bermanfaat untuk peningkatan performa pada laga-laga seterusnya.

Bagaimana Data Tersebut Digunakan?

Lotus F1 fokus pada data internal yang diperoleh dari mobil balap mereka. Ada sekitar 200an sensor yang tertananm pada mobil F1-nya, guna merekam segala sesuatu, mulai dari jumlah bahan bakar yang telah terbakar, hingga tekanan roda, g-force, beserta segala hal yang dilakukan oleh sang driver yang mana terdapat sekitar 20 tombol kontrol pada ujung jari-jemarinya. Ketika mobil sedang berlari kencang, ia secara konstan men-stream data, juga ketika mobil sedang berada di garasi. Masing-masing mobil balap, mampu menghasilkan data log tidak kurang dari 50 Gigabytes per sekali balap.

Data-data yang diperoleh dari banyak sensor tersebut diolah menggunakan model-model matematis, untuk kemudian dianalisa guna memperoleh informasi penting terhadap performa maupun terkait dengan reliability.

Apa Saja Detail Teknisnya?

Tim Lotus F1 waktu itu bermitra dengan provider Big Data, EMC, dengan memafaatkan V-Block Server Architecture dan juga Private Cloud Environment mereka. Satu V-Block diletakkan di pabrik, sementara sisanya dibawa ke setiap balapan (race). Di sisi lain, tim ini menggunakan banyak software, beberapa diantaranya software khusus untuk Lotus sendiri, dan sisanya software standard untuk Formula One. Sebagai contoh, mobil balapnya memiliki Standard Engine Control Unit, yang merupakan bagian dari paket software yang juga dimiliki dan digunakan oleh tim-tim lain. Software ini diintegrasikan dengan software khusus (custom) yang mereka kembangkan sendiri.

Tantangan Kedepan

Segala sesuatu yang mahal terkait dengan dunia balap beserta adanya batasan crew yang boleh berada di garasi, membawa tantangan tersendiri nan unik bagi tim Lotus F1. Dari 40 orang yang diizinkan berada di garasi lintasan, hanya ada 1 orang spesialis IT. Ini artinya, sistem tersebut harus benar-benar bisa diandalkan dan tidak rewel, termasuk urusan kecepatan akses data selama balapan berlangsung. Dengan memiliki satu provider utama yang bertugas khusus menangani data menjadi nilai lebih dalam situasi seperti ini. Ketika sesuatu hal terjadi, maka mereka hanya perlu menghubungi satu orang atau satu perusahaan saja, yaitu yang bertanggung jawab dalam sistem tersebut.

Poin Penting

Ajang balap Formula One berkembang secara terus-menerus dalam hal teknologi, dan Big Data tidak dapat dipungkiri memainkan peran yang begitu penting dalam upaya memperoleh lap time yang lebih cepat dan juga merebut hati fans di seluruh dunia. Seperti pada bagian lain dalam kehidupan, Big Data mampu berperan dalam menangani urusan simulasi, memprediksi sesuatu, serta dalam pembuatan keputusan yang tepat dengan adanya data-data atau statistik yang bisa dipercaya.

Solusi dengan Big Data tidak diragukan lagi telah membantu tim Formula One, khususnya Lotus F1, dalam bekerja dengan perubahan-perubahan yang terjadi begitu cepat, sehingga bisa memberikan tontonan dan hiburan yang super istimewa sebagaimana dinantikan oleh para fans yang menyaksikan adu jet balap di segala penjuru dunia.

Referensi

  • Dean, J. (2014). Big Data, Data Mining, and Machine Learning. New Jersey: Wiley.
  • Hurwitz, J., Nugent, A., Halper, F., & Kaufman, M. (2013). Big Data for Dummies. New Jersey: Wiley.
  • Marr, B. (2015). Big Data: Using Smart Big Data Analytics and Metrics to Make Better Decisions and Improve Performance. West Sussex: Wiley.
  • Marr, B. (2016). Big Data in Practice: 45 Successful Companies Used Big Data Analytics to Deliver Extraordinary Results. West Sussex: Wiley.
  • Pendyala, V. (2018). Veracity of Big Data. California: Apress.
  • Press, G. (2013, May 9). A Very Short History Of Big Data. Retrieved from Forbes: https://www.forbes.com/sites/gilpress/2013/05/09/a-very-short-history-of-big-data/#49af7ca665a1
  • Shafer, T. (2017, April). The 42 V’s of Big Data and Data Science. Retrieved from KDnuggets: https://www.kdnuggets.com/2017/04/42-vs-big-data-data-science.html
  • Springboard. (n.d.). Ultimate Guide to Data Science Interviews: Go from a Job Hunt to Accepting an Offer. Springboard.
  • http://www.v3.co.uk/v3-uk/interview/2413871/cio-insight-lotus-f1-on-superfast-big-data-and-hyper-converged-infrastructure
  • http://www.emc.com/microsites/infographics/emc-lotus-f1-team-infographic.htm

*Artikel ini telah lebih dulu dipublikasikan di http://www.fauziadi.com

http://fauziadi.com/wp/formula-one-dan-big-data/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *