Judicial Review Tax Amnesty dan Ancaman Fiskal Kita

Menjadi semakin tidak pasti nasib fiskal pemerintah ketika kebijakan Tax Amnesty (TA) yang digadang menjadi andalan belum kunjung berkontribusi signifikan, bahkan kini TA mulai menghadapi ancaman Judicial Review oleh kelompok organisasi kemasyarakatan. Sengketa hukum atas TA akan menguras waktu dan energi dan justru akan semakin menekan fiskal pemerintah, apalagi jika pemerintah nantinya kalah. Sebagai seorang warga negara, saya sungguh sangat prihatin.

Jargon TA (ungkap, tebus dan lega) merupakan bahasa negatif yang memandang rakyat pada posisi bersalah, dan harus segera bertobat dan menebusnya dengan sejumlah setoran uang supaya tidak dinyatakan berdosa. Jargon ini hanya tepat ditujukan kepada para pengemplang pajak atau mereka yang memiliki hobi menyimpan harta di luar negeri, tetapi amat tidak sopan dialamatkan kepada sebagian besar rakyat atau wajib pajak yang patuh, meski boleh jadi setoran para wajib pajak belum optimal karena berbagai sebab.

Ditjen Pajak tampaknya sudah habis-habisan menggenjot kinerja pegawainya, namun hasilnya tak kunjung memenuhi target. Boleh jadi ada cara berfikir yang salah tentang sistem atau layanan perpajakan kita. Sebagai orang awam saya melihat layanan perpajakan kita berjalan satu arah dan lemah dalam integrasi data dan tindakan.

Selama ini rakyat/wajib pajak tidak diperlakukan secara adil. Mereka yang patuh membayar, setiap tahun justru diminta untuk melaporkan pembayaran pajaknya kepada kantor pajak. Kalau tidak melapor, maka warga negara dinyatakan bersalah. Kalau seorang warga melakukan transaksi jual-beli, maka kantor pajak hanya mau menerima setorannya saja tanpa mau melakukan pemutakhiran data bahwa telah terjadi perpindahan kepemilikan atas hal yang ditransaksikan.

Perlu dibangun sebuah sistem layanan pajak multi arah yang mengintegrasikan data dan tindakan seluruh pemangku kepentingan. Logikanya, karena yang menerima uang adalah institusi pajak, maka mestinya institusi itu yang membuat laporan kepada para wajib pajak. Laporan dari institusi kepada wajib pajak/warga negara menjadi media yang amat ampuh untuk membangun komunikasi multi arah dalam konteks pengintegrasian tindakan seluruh pemangku kepentingan termasuk pemutakhiran data perpajakan nasional. Di sinilah bibit rumongso handarbeni segenap warga negara mulai ditanam sebagai modal membangun kebijakan yang transparan dan partisipatif.

Berbekal data dasar NPWP, eKTP dan data dasar lainnya, rasanya bukan hal yang mustahil kita membangun sistem perpajakan yang adil, kredibel, transparan, akuntabel dan bertanggungjawab. Sistem ini dapat dirancang automatic updating data perpajakan manakala terjadi suatu transaksi tertentu. Barangkali, melalui pembenahan sistem perpajakan demikian ini dapat dihasilkan data pajak mutakhir sebagai potensi pajak sejati yang bisa menyelamatkan fiskal kita.

Mindset birokrat juga perlu diperbaiki yang umumnya lebih sensitif terhadap serapan, namun kurang peka terhadap fiscal sustainability, terutama tentang kebijakan promosi dan remunerasi yang berimplikasi langsung kepada menggelembungnya belanja mengikat.
Mohon maaf kepada yang kurang berkenan.

supriadirustad.blog.dinus.ac.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *