Sebagaimana tulisan sebelumnya, tulisan ini merupakan dongeng dari negeri Atas Angin. Ia dikisahkan hanya untuk menghibur teman dan kerabat, bukan untuk yang lain.
Pada zaman kerajaan Demak Bintoro, Sultan Trenggono merupakan raja yang sangat dihormati dan ditakuti. Kesaktiannya sundul langit hingga tembus inti bumi. Menatap wajah sang baginda, tak seorang rakyatpun berani. Kalau ada yang berani menyebut nama besar sang raja (ngrasani), besuknya ia mati.
Rasa takut ternyata sangat diperlukan dan kadang bisa menyelamatkan sehingga berakhir membahagiakan. Joko Tingkir yang sedang asyik bermain gugup bukan kepalang mendengar raja Trenggono hendak lewat untuk pergi ibadah jumatan. Saking takutnya menatap wajah agung sang sultan, tanpa beringsut dan ancang-ancang, ia melompat mundur hingga mampu melampaui sebuah kolam. Trenggono kaget melihat anak kecil sudah memiliki kedigdayaan, maka di kemudian hari jejaka dari daerah Tingkir itu menggantikannya sebagai Sultan Pajang.
Puji syukur Alhamdulillah saya telah dianugerahi rasa takut. Terhadap nama perguruan tinggi besar dan atau rektor hebat, tidak sekalipun saya pernah berani menyebut. Di zaman sistem hukum yang carut marut, berbicara kepada media harus menggunakan prosedur yang runtut terutama untuk menghindari sebuah nama disebut.
Hakekat berkomunikasi adalah membuat masyarakat mengerti dan memahami, bukan membangkitkan emosi. Saya sudah membuktikan berkali-kali bahwa ternyata masyarakat sangat mempercayai bahasa hati. Ketika secara eksplisit dinyatakan bahwa tulisan-tulisan saya itu bukan fakta kebenaran melainkan hanyalah dongeng dari negeri Atas Angin, justru faktanya masyarakat semakin mempercayai dan menggemari.
Berita televisi terkini mengabarkan bahwa saya dilaporkan ke polisi lagi. Konon saya dituduh mencemarkan nama baik mantan pemimpin perguruan tinggi. Bagaimana mungkin saya mencemarkan nama baik jika tak sekalipun saya berani menyebut nama, baik sebagai pribadi maupun pejabat perguruan tinggi.
Saya belum pernah mendengar cerita ada seorang mantan yang sudah purna bisa bertindak atas nama sebuah institusi. Jika demikian halnya, maka lapor-melapor itu menjadi persoalan pribadi. Menurut polisi, konon laporannya belum bisa dieksekusi karena belum dilengkapi dengan bahan yang memadai. Ini mungkin buah dari ketakutan saya menyebut nama beliau selama ini. Melapor ke polisi tanpa bukti merupakan sebuah indikasi bahwa sejatinya ada gelombang luapan emosi.
Bagi Tim EKA, dilaporkan ke aparat penegak hukum itu sudah biasa dan bukan yang pertama. Sebagai petugas pemerintah, tim menghormati hak hukum setiap warga negara karena lapor-melapor itu adalah hak segala bangsa. Pengangkatan isu akademik ke ranah hukum justru dapat dimanfaatkan sebagai wahana yang efektif untuk mengedukasi masyarakat sebagaimana menjadi salah satu tugas Tim EKA.
Nasehat agama mengajarkan agar manusia tidak bersikap sombong. Kesombongan dapat melemahkan kejujuran dan eksistensinya sangat membutuhkan kebohongan sebagai faktor pendorong. Baru kali ini saya menyaksikan ada orang yang sangat enteng berkata bohong. Penjelasannya kepada jutaan pemirsa sungguh membuat seluruh Tim EKA terbengong-bengong.
Rujukan utama tentang data temuan adalah Berita Acara yang sudah ditandatangani bersama antara pimpinan perguruan tinggi dan Tim EKA. Data temuan menyebutkan bahwa dalam periode Januari-September 2016, seseorang telah meluluskan 118 orang doktor untuk mengikuti wisuda. Pada suatu hari ia juga telah berhasil memimpin ujian terbuka 7 orang doktor tanpa jeda. Selama 5 tahun terakhir tercatat orang yang sama telah meluluskan 327 orang peserta es tiga.
Data temuan yang tercantum di dalam Berita Acara belum memasukkan sejumlah data yang ditemukan kemudian. Mereka adalah peserta doktor yang berasal dari Batam, Tanjung Pinang, Undiksa Singaraja dan dua kelompok di Mataram. Rombongan yang disebutkan belakangan sama sekali tidak terdaftar di master data pembimbingan sehingga belum sempat diperhitungkan.
Tim EKA menyadari harus bekerja secara cermat dan hati-hati. Tentang telaah disertasi, tim ini melakukan analisis terhadap dokumen disertasi yang telah tervalidasi. Selain memastikan dokumen telah dikirim oleh otoritas pascasarjana, tim ini telah melakukan uji silang data pada dokumen cetak dan dokumen soft-copy. Memang disertasi cetak itu akhirnya telah dikembalikan kepada perguruan tinggi, namun ia telah secara lengkap di pindai menjadi sebuah dokumentasi yang rapi.
Jika rujukannya adalah sama yaitu Berita Acara yang sudah ditandatangani bersama, mengapa hasil kajian Tim EKA dan Tim Internal perguruan tinggi disebutkan berbeda?. Ternyata sebagian besar perbedaan itu tidak terletak pada data plagiat tetapi pada tafsirnya terutama setelah di akhir tahun 2016 (setelah kunjungan Tim Eka yang pertama) perguruan tinggi itu merubah pedoman akademiknya. Pedoman akademik terbaru memberi toleransi plagiat 40-50 persen kepada seluruh sivitas akademika. Inilah pedoman akademik pertama yang berhasil mengguncang dunia.
Merubah peraturan sekedar untuk menghalalkan pelanggaran adalah tindakan akal-akalan. Substansi ini yang barangkali ditangkap oleh Tim Independen sebagai tim ketiga yang dibentuk oleh kementerian. Sebuah sumber terpercaya menyebutkan bahwa perubahan pedoman akademik itu tidak dirapatkan oleh Senat Universitas tetapi disiapkan secara acak-acakan oleh segerombolan orang. Substansi dan proses produksi peraturan yang sangat memalukan inilah barangkali yang diduga menjadi penyebab terjadinya pemecatan. Sekali lagi ini adalah dongeng dugaan yang jelas jauh dari kebenaran.
Jual-beli
Untuk sementara istilah “jual-beli” ijazah saya gunakan sebelum menemukan istilah yang lebih tepat. Saya sedang mencari istilah untuk mendeskripsikan kecurangan akademik beberapa tingkat di atas tindak plagiat. Secara kasat mata kelonggaran akademik dan perlakuan khusus telah diberikan kepada sejumlah peserta pejabat. Layak diteliti ini merupakan salah satu bentuk persekongkolan jahat oknum perguruan tinggi dengan oknum pejabat sebagai akibat dari deklarasi niat menilep uang rakyat.
Baru kali ini saya menyaksikan sebuah ketidakwajaran yang demikian sempurna. Selain kecepatan studi (sambilan) yang luar biasa, rasio pembimbingan yang tidak normal, disertasi-disertasi itu terekam diproduksi dari satu komputer yang memiliki akun user sama. Nama folder/file berbunyi pak Gub, pak Anu, pak Ani dan pak Ana. Anehnya, tentang berbagai kejanggalan ini, hanya segelintir orang dari pinggiran perguruan tinggi berani bersuara. Inilah salah bentuk kecurangan akademik yang dimakmumi oleh hampir seluruh sivitas akademika
Indikasi menuju praktik “jual-beli” dapat dirunut oleh keberadaan disertasi. Sejumlah disertasi ternyata raib dari perpustakaan dan repositori. Sangat boleh jadi sejumlah alumni tidak pernah membuat disertasi, atau ada oknum perguruan tinggi yang berbuat sengaja menghilangkan barang bukti. Saya mohon pembaca berkenan mengajari sebuah istilah yang tepat untuk menyatakan fenomena sejumlah doktor tanpa disertasi.
Penghilangan barang bukti disertasi inilah yang saya sebut sebagai kecurangan akademik beberapa tingkat di atas plagiat. Logikanya, sanksi untuk tindak penghilangan ini tidak cukup hanya dengan pembatalan ijazah, tetapi mesti jauh lebih berat. Saya mengusulkan pelakunya bisa segera diungkap untuk dipecat.
Selamat berjuang pak pelaksana tugas rektor yang baru, tugasmu sungguh sangat berat. Sebagaimana awal tahun ini saya pernah berbuat, tampaknya pak rektor mesti mulai membenahi keanggotaan senat. Saya mendukung penuh setiap langkah untuk mengembalikan nama harum perguruan tinggi ini sebagaimana di masa lalu telah menjadi universitas yang berderajad dan bermartabat.
Supriadi Rustad, Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Perguruan Tinggi, Kemenristekdikti, Guru Besar Universitas Dian Nuswantoro, Semarang. Anggota Majelis Pendidikan Tinggi (2016-2021).