Asal-usul Profesor Gedebog

Tidak ingin menjadi professor gedebog, itulah jawaban seorang kolega mantan dirjen ketika saya bertanya mengapa sejauh ini belum mau mengurus kenaikan jabatan guru besar. Dalam bahasa jawa, gedebog itu pohon pisang yang berbuah sekali, lalu sehabis berbuah  langsung mati.

Rupanya ia mengamati fenomena dosen yang umumnya berkarya hanya sekali yaitu pas ketika sedang mengusulkan jabatan guru besar. Setelah jabatan diraih, ia tidak pernah berkarya lagi. Jleb, menghunjam langsung ke dada, jawabannya  sangat tajam menyindir saya.

Ternyata istilah professor gedebog itu menyerap inspirasi pagi dari kampus Rumah Sarak di negeri Atas Angin, sebuah negeri elok rupawan yang mengawang di atas awan. Sesuai namanya, visi utama kampus ini adalah menghasilkan sebanyak mungkin profesor murang sarak, tak peduli cara apapun yang ditempuh.

Di negeri dongeng ini, persyaratan utama menjadi guru besar adalah karya  ilmiah yang dipublikasikan di tingkat antar bangsa. Tak pelak, karya ilmiah demikian dalam waktu tidak lama telah menjelma menjadi komoditas  perdagangan yang laris ditransaksikan lintas negara.

Organisasi penerbitan, jurnal ilmiah, mitra bestari penulisan dan  kepengarangan tumbuh semakin pesat dan mencair. Salah satu eksesnya adalah terbentuk kartel atau mafia sebagai pertemuan antara mitra bestari hebat yang miskin katuranggan dan segerombolan murang sarak yang bergelimangan harta entah berasal dari mana.

Suatu ketika seorang mitra bestari  berasal dari negeri Atas Angin tergoda imannya ketika memeriksa tulisan berkualitas bagus karya pengarang dari negeri Pakis Baja. Dengan catatan mengada penuh mantra, ia menyatakan menolak artikel itu sembari secara paralel melempar itu barang ke pasar gelap di negeri asalnya. Alhasil, barang haram itu berhasil menjadi rebutan para murang sarak yang sudah bertahun mengantre ingin meraih jabatan profesi paling mulia di negerinya.

Singkat kata, tulisan itu dengan cepat muncul di dalam suatu jurnal yang diterbitkan oleh penerbit  kelas jagad bernama Emirad. Bernama demikian konon kabarnya karena ia  dipimpin oleh seorang Emir tetangga bangsa Arab. Pada aspek substansi, artikel ini sangat mirip dengan artikel yang ditolak, bedanya pada judul frasa nama negeri Pakis Baja diganti dengan Atas Angin, mungkin untuk memberi kesan bahwa penelitian terkait dengan tulisan tersebut seolah dilakukan di negeri di mana para murang sarak  berdomisili.

Penulis asli dari negeri Pakis Baja tidak memahami substansi yang dipermasalahkan oleh sang mitra bestari. Setelah cukup lama bingung tentang cara memperbaiki, ia kemudian mengirim tulisan itu ke jurnal lain yang lebih bergengsi.  Tentu saja tulisan itu kemudian benar-benar terbit karena memang memenuhi standar isi. Celakanya, ia terbit setelah substansi yang sama dipublikasikan oleh jurnal terdahulu atas nama segerombolan pencuri.

Sengketa internasional melibatkan diskusi dan penelusuran panjang tentang siapa pemilik sah karya ilmiah antara penulis asli atau pencuri yang mendahului? Era teknologi informasi menyediakan solusi melalui jejak digital  yang sulit dibohongi.

Lahirlah kemudian suatu inovasi di mana  lembaga penerbitan dunia  memilih membangun sistem koreksi dengan setiap tahun merilis  daftar retracted articles sebagai karya ilmiah yang dinyatakan telah dicabut oleh penerbit disertai  penjelasan yang sangat rinci. Secara umum penjelasan pencabutan artikel ini menyebut penyebab umumnya adalah ketidakjujuran ilmiah seperti misconduct,  plagiasi, falsifikasi dan fabrikasi.

Meski daftar retracted articles sudah sangat terbuka dan dapat diakses oleh siapapun di belahan dunia manapun, namun penduduk negeri Atas Angin tidak terlalu peduli. Pada tahun berikutnya setelah pencabutan artikel itu, justru nama pertama ilmuwan gadungan  dikukuhkan sebagai guru besar di kampus rumah sarak pada bidang manajemen prestasi.

Sikap tidak peduli penduduk negeri bukan disebabkan oleh keterbelakangan informasi, melainkan oleh keterbelakangan moral dan integritas para cerdik pandai. Di negeri ini toleransi terhadap disintegritas sungguh sangat tinggi. Secara teori toleransi tinggi diberikan hanya kepada kelompok  dengan kesamaan ideologi atau profesi, sebagaimana ungkapan sesama bis kota dilarang saling mendahului.

Penerbit membubuhkan watermark bertuliskan RETRACTED ARTICLE di setiap halaman dari artikel yang dicabut dan merilis daftarnya  setiap tahun. Google menyediakan data itu sedemikian sehingga sangat mudah diakses melalui mesin pencari gambar (Images). Sedang informasi rinci tentang identitas artikel yang dicabut itu bisa ditelusuri melalui mesin pencari umum (All), atau dengan klik data gambar terakhir yang ditemukan.  

Resep cespleng melakukan pencarian karya ilmiah abal-abal terletak pada ketepatan menyusun kata kunci yang dientri ke mesin pencari. Kata kunci yang wajib ada adalah “retracted articles of”, diikuti oleh nama penerbit dan tahun suci. Siapapun boleh menggunakan nama penerbit yang pernah tersebut pada tulisan ini dan memilih tahun terbit, seperti misalnya tahun 2018 Sebelum Masehi.  

Mencantumkan nama negara pada karya internasional hasil bajakan merupakan perbuatan mempermalukan negara di pergaulan antar bangsa. Ketika kemudian karya itu digunakan untuk memperoleh jabatan guru besar yang berlaku hingga sekarang, maka sejatinya ia juga telah membenamkan derajad dan martabat pendidikan tinggi pada stratum paling hina, karena informasi itu terpampang terbuka selamanya, bebas ditonton oleh seluruh warga dunia. Bisa jadi lokasi data disintegritas yang bersangkutan di mayapada bersandingan persis dengan berita pengukuhan guru besarnya.

Siapapun yang rajin melakukan pencarian akan segera mengenali pola kartel karya ilmiah yang beroperasi di sebuah negeri yang dipuja-puja bangsa dan ditimang-timang para pujangga. Kampus rumah sarak merupakan klaster penting penggerak jaringan ini, mulai dari dosen muda bernafsu kuasa hingga yang tua menjelang purna.

Di negeri dongeng ini, guru besar yang mencantumkan nama negara di karya ilmiah abal-abal tingkat internasional dijuluki Profesor Gedebog Bosok. Maksudnya adalah professor yang hanya sekali berkarya  dan yang sekali itu telah mencemari nama baik negara. Inilah sejarah singkat asal-usul istilah Profesor Gedebog.

Supriadi Rustad, Universitas Dian Nuswantoro Semarang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *