Di ujung acara Seri Diskusi KIKA (Kaukus Indonesia Untuk Kebebasan Akademik) tanggal 03 Februari 2021 bertajuk Etika Akademik & Hukum, saya disambar petir informasi yang disampaikan oleh narasumber Dr. Agus Wahyudi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) (https://www.youtube.com/watch?v=jyswuq8BFAw&t=6536s). Disampaikan informasi bahwa pada kasus plagiat di Bulaksumur itu, ada surat pernyataan Ristin Setiyani yang mengaku menjiplak draf disertasi tahun 2000. Salah satunya atas dasar itulah kemudian Rektor mengesampingkan rekomendasi Dewan Kehormatan.
Meski jelas narasumber tidak mewakili institusi, namun tertangkap bahwa surat pernyataan Ristin telah dijadikan barang bukti baru oleh Rektorat. Saya cuma bisa heran menyaksikan pelaku tidak kunjung mengaku meski perbuatan plagiatnya terbukti berkali-kali, namun dada saya terguncang menyaksikan seorang guru perempuan menandatangani pernyataan tentang perbuatan yang tidak pernah ia lakukan. Teringat peristiwa 2 tahun lalu, seorang dosen muda (perempuan) juga ditekan untuk menandatangani hal yang ia tidak mengerti. Adakah persekongkolan untuk memojokkan bu guru Ristin sebagai pihak yang bersalah pada kasus plagiat di UGM itu?
Saya mengenal bu Ristin melalui skripsi berjudul “Pilihan Ragam Bahasa Dalam Wacana Laras Agama Islam Di Pondok Pesantren Islam Salafi Al-falah Mangunsari Banyumas”. Mahasiswi yang dulu indekos di Pondok Permai ini lulus sidang skripsi pada tanggal 27 Februari 2001, yang hingga sekarang berkhidmat sebagai guru di SMPN 1 Wangon.
Besar kemungkinan Rektorat UGM sama sekali tidak membaca skripsi ini sehingga dengan enteng mengabaikan rekomendasi DKU. Meski telah berkali-kali membaca skripsi itu saya menikmati gaya bahasanya yang mangalir seperti bertutur. Kesimpulan saya, bu Ristin seorang penulis berbakat dan teliti. Konsistensi penulisannya menunjukkan bahwa ia seorang guru yang sangat berkarakter, jauh dari sifat penjiplak atau pemalsu. Mungkin karena itulah ia dipilih menjadi guru pendamping pramuka di sekolahnya.
Ristin juga seorang peneliti cermat yang berhasil mendokumentasikan proses penelitian nyaris sempurna. Sikap cermat ini yang kelak akan menyelamatkan nama baiknya. Saya hanya menemukan satu saja kekurang telitian dari skripsi ini yaitu pada judul terlupa tidak tertulis nama kecamatan. Mestinya yang benar “…..Al-falah Mangunsari Desa Tinggar Jaya Kecamatan Jatilawang Banyumas”.
Mengapa soal nama kecamatan ini saya angkat penting ? Karena di kemudian hari seseorang telah dengan sengaja memboyong data penelitian skripsi ini ke Kecamatan Sokaraja. Data Sokaraja inilah yang kemudian mengalir menjadi laporan penelitian Nov 2002, artikel ilmiah Mei 2002 dan disertasi 2003 yang bikin heboh itu. Berikut ini contoh kecerdasan Ristin di dalam melindungi karyanya.
Kekurang telitian penulisan judul ternyata tidak sepenuhnya benar karena di abstrak halaman ii, Ristin telah menyebutkan lokasi penelitian dengan sempurna. Mungkin dulu di kampusnya ada pembatasan panjang judul.
Pada pengantar halaman v, tertulis ucapan terimakasih kepada bpk Achmad Sobri pimpinan Pondok Pesantren Islam Salafi Al-falah. Kalau tidak keliru beliau kerabatnya kang Tohari si Ronggeng Dukuh Paruk yang terkenal itu.
Metodologi penelitian halaman 35 menjelaskan lokasi penelitian, wujud, sumber dan teknik pengumpulan data secara sangat rinci dan jelas. Instrumen penelitian, panduan wawancara dan data hasil penelitian terdokumentasi dengan baik pada halaman 79-99. Data inti berupa transkrip rekaman tuturan santri disusun secara terstruktur dan rapi. Data-data tersebut diberi kode dan nomor yang memudahkan pekerjaan analisis, tidak dijumpai kesalahan apapun ketika ia memanggil kode itu. Ristin seorang peneliti yang cermat dan bertanggungjawab, dan jelas tidak cocok sebagai sosok pemalsu.
Analisis data disajikan pada halaman 39-78 yang memuat sejumlah sampel tuturan santri disertai diskusi. Berikut ini data tuturan Konteks Percakapan Antara Santri Dengan Kyai Pada Saat Ada Tamu Dari Luar dengan kode Data F2:3-7.
Kyai : [Dek], tulung didamelaken unjukan kagem mba Ristin, sekalian [pak] Amir ditimbali ken mriki….
(De, tolong dibuatkan minuman untuk mba Ristin sekalian pak Amir dipanggil ke sini)
Santri : Oh nggih kyai
Kyai : Matur kalih [pak] Amir wonten tamu saking IKIP badhe kepanggih kalih [pak] Amir ada urusan penelitian
Tuturan tersebut menjelaskan dengan valid dan sahih bahwa mba Ristin dari IKIP telah bertemu langsung dengan sang kyai pimpinan pondok. Dengan sangat cerdas peneliti memasukkan dirinya menjadi bagian dari data penelitian. Inilah cara Ristin melindungi karya penelitiannya. Penelusuran tirto.id ke pondok pesantren telah mengkonfirmasi kebenaran nama-nama tokoh yang disebutkan pada data tuturan tersebut. Bu guru Ristin nyata seorang peneliti beneran, bukan mahasiswi cengeng yang memplagiat karya dosennya.
Masih banyak data tuturan yang menunjukkan bahwa Ristin Setiyani adalah peneliti yang sebenarnya dari skripsi tersebut, termasuk mengungkap dengan baik rentang waktu ia berkunjung meneliti ke pondok pesantren. Sungguh sangat disayangkan Rektorat UGM justru mempercayai begitu saja bahwa bu guru Ristin yang baik ini adalah sebagai penjiplak. Institusi ini kurang tanggap dan teliti mempelajari karya yang disubmit belakangan setelah Dewan Kehormatan mengambil keputusan.
Melindungi pelaku plagiat itu hanyalah sebuah perbuatan tidak terhormat, tetapi memojokkan guru perempuan berkarakter baik ke dalam kasus plagiat adalah perbuatan sangat jahat.
Menyimak status fb bu Ristin saat-saat kritis itu, tertangkap sebuah tekanan batin yang sangat perih. Bila Komnas Perempuan tidak mendampingimu, Allah yang sejatinya melindungimu. Saya selalu berdoa, semoga si kecil yang engkau lahirkan di masa sulit itu kelak akan tumbuh menjadi pejuang integritas sekelas Mahapatih Gadjah Mada.
Supriadi Rustad, Universitas Dian Nuswantoro